BUKAN DJBC GABUNG KE DJP
MELAINKAN DJP-LAH BERGABUNG KE DJBC
Oleh: Sunaryo
Dalam catatan
sejarah per-cukai-an, selama kurun 2004-2014 hanya sekali target cukai tak
tercapai yaitu tahun 2006. Dari target Rp38,5 triliun DJBC hanya dapat mencapai
Rp37,5 triliun. Meski saya punya catatan dari bulan ke bulan faktor yang
menjadikan kenapa target ndak tercapai, sepertinya tak elok memaparkan. Satu
hikmah yang paling nyata yang saya simpulkan,”Kadang montir mobil lebih efektif
menyelesaikan mobil ngadat dari seorang insinyur mesin sekalipun” Dan
anda boleh tak setuju dengan pendapat saya.
Seputar target
cukai, ada pertanyaan yang acap kali terlontar mana kala membahasnya,”Seberapapun
target cukainya, DJBC bisa merealisasikannya”. Atau terdapat juga,”Target
disodorkan DJBC, angka yang relatif mudah” atau yang lebih sarkastis,”Masih
ada yang disembunyikan dan ada yang masih main-main”
Untuk yang
terakhir tadi saya punya pendapat. Memang suatu opini idealnya ditandingi
dengan opini. Hanya ketika ruang serta waktu tak cukup luas untuk duduk bersama
sang pembuat opini, apalagi dibumbui embel-embel ungkapan hiperbolik akan
menjadikan negeri ini jatuh-lah atau apapun-lah, maka terkait ungkapan ”target
cukai masih ada yang dsimpan”, kesimpulan yang didapatkan tak ada
selain “benar-benaran”. Boro boro
solusi menyelesaikan, sebaliknya yang ada justru menaburkan keresahan.
Saya membatasi
diri terkait pengetahuan di luar cukai khususnya bidang pengawasan dan
inteleijen yang barangkali berkembang di “luar sana”. Ini mengingat tugas dan
fungsi saya menangani kebijakan teknis bidang cukai hasil tembakau. Di tulisan
sebelum ini di www.sunaryo.hasiltembakau.blogspot.com
secara tersurat saya memaparkan menangani persoalan dibidang cukai dengan
kebijakan cukai itu keniscayaan. Tapi menuntasakan persoalan diluar ranah cukai
dengan kebijakan cukai, maka akan menemui kesulitan. Minimal adjustment yang dilakukan butuh “energi
lebih” untuk membenarkan. Data data seolah menjauh untuk mengatakan “itu
adalah significant” dan kebijakan yang akan dilakukan memang demikian.
Oleh karenanya
dalam kesempatan ini kami berbagi mengenai bagaimana menangani target cukai.
Sebagai informasi menurut perkiraan kami, pada tahun 2015 realisasi penerimaan
cukai akan “paling hijau” diantara
semua target penerimaan perpajakan di tahun 2015 (so rise your hand and say,”allahumma amiin”)
Ada tiga sumber
penerimaan yang menjadi sumber penerimaan cukai. Etil Alkohol, Minuman
Mengandung Etil Alkohol, dan Hasil Tembakau. Direktorat Cukai me-manage kebijakan ketiga sumber tersebut.
Sekali lagi hanya tiga jenis barang. Berbeda dengan “Saudara Tua” DJBC yang
mencakup semua barang. Hanya yang dikecualikan yang tidak dikenai perpajakan.
Dari aspek
produksi tentu banyak keterbatasan untuk diandalkan sebagai instrumen pencapaian
target cukai, karena membiarkan tumbuh
sebebasnya menyalahi filosofis undang undang cukai itu sendiri. Tak tepat
mengandalkan dari aspek itu. Oleh karenanya digunakanlan instrumen tarif yang
di-update hampir setiap tahun. Itu instrumen
yang utama. Karena dengan instrumen itu dua kepentingan cukai bisa di-handle: regulerend dan budgetair
Kebijakan
administratif yang semi-tarif pun banyak dijalankan oleh DJBC yang barangkali
jika melihat sekilas regulasinya akan tak terlihat dampaknya. Peraturan menteri
keuangan yang mengatur hubungan keterkaitan adalah satu kebijakan yang tujuannya
membentengi terjadinya tax-avoidance. Dengan
segala perhelatannya dan kesulitannya DJBC berhasil menjalankan kebijakan ini. Meski
riak-riak di-PTUN-kan dan dengan menang-kalahnya, DJBC gagah berani menjalankan
peraturan itu. Dan dibandingkan dengan “Saudara Tua” yang memiliki ketentuan
yang lebih kuat yakni dalam undang undang perpajakan yang mengatur “Hubungan
Istimewa”, pada sektor pertembakauan, DJBC lebih kentara dalam
mengeksekusi.
Menelaah kenapa
DJBC yang bermodal Permenkeu lebih “greng” dalam menjalankan ketentuan
hubungan keterkaitan barangkali karena melihat,-katanya,”Secara historis memang DJBC beda
dengan DJP”. Kalau pungutan perpajakan ketika jaman kekaisaran dahulu
kala adalah semacam “upeti” kepada kaisar atau raja. Oleh karenanya diminta atau tidak (pasif), “upeti”
akan datang sendiri. Sementara kalau Pungutan Pabean dan Cukai adalah
sebagaimana pungutan “Mandor Pelabuhan”
atau “Mandor Pasar” yang menjalankan pungutan dengan extra-effort-nya. Ada unsur aktif di
pungutan Pabean dan Cukai. Wajar meski hanya bermodal Permenkeu saja banyak pungutan
negara di tangan DJBC bisa berjalan dengan baik. Bahkan ada yang berseloroh kiranya Undang-Undang Pajak yang
menjalankan DJBC bisa jadi akan lebih
efektif. Minimal bagian penindakannya. Dan ada yang menimpali,”Bukan
DJBC gabung ke DJP melainkan DJP-lah bergabung ke DJBC”. (Sekedar pendapat yang bisa diperdebatkan)
Untuk tahun 2015
ada satu kebijakan non tarif yang juga diimplentasikan oleh DJBC. Penundaan
pembayaran cukai untuk yang biasanya dapat melewati akhir tahun, pada tahun
2015 maka harus dilunasi cukainya pada bulan desember 2015. Kebijakan ini
adalah pertama di laksanakan dalam sejarah per-cukaian selama kurun 70 tahun Indonesia
merdeka. Dengan kebijakan ini pemerintah pada tahun 2015 mendapatkan penerimaan
cukai sebanyak 14 bulan. Meski dengan segala kesulitannya, kebijakan ini sampai
sejauh ini diperkirakan secara keseluruhan akan berjalan dengan baik. Tidak
hanya pemerintah yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini. Sektor
perbankan, juga paling diuntungkan.
Karena pada bulan Desember setiap tahunan setidaknya ada kredit hampir Rp38
triliun dengan jatuh tempo 2 bulan. (anda boleh mencari pembanding apakah ada
sektor lain yang)
Dan pada akhirnya,
manakala semua upaya telah terlaksana, tinggal menunggu hasilnya. Semua
keringat telah tumpah dan tinggal menunggu realisasinya. Hari demi hari
penerimaan kami “tally”. Satu demi satu CK-1 kami kalkulasi. Minggu demi minggu
hari CK-5 kami tunggu. Dan semua energi telah kami curahkan hanya demi “nongkrongi”
angka-angka ini. Numerik Satu (1) Empat (4) Lima (5) praktis ter-pateri ditidur kami (Rp145 triliun
target cukai 2015).
Oleh karenanya
jika ada hasil sebuah kinerja ada sebuah konsekuensi itu wajar (seperti Dirjen
Pajak mengundurkan diri). Kemudian sebuah kinerja diikuti apresiasi itu juga wajar.
Tapi kalau ada sebuah kinerja yang bagus malah dicurigai? Sepertinya dua jawaban dengan menggunakan kata “wajar” adalah tak tepat. Meski kalau
itu terjadi, sebagai Bea Cukai saya pun akan berkata,”Siap....!” Hanya dengan segala energi yang saya miliki akan saya tutup
bibir dengan satu jari. Saya tahan semua kata yang akan keluar dari mulut saya.
Yang menjadi sulit
adalah bagaimana mengendalikan di bawah yang setiap hari njagain pabrik ketika ada respon kurang
sesuai diharapkan seperti,”Masih banyak yang disimpan” atau “Itu masih
bisa lebih tinggi.” Saya akan kesulitan menutup bibir mereka agar tidak muncul ungkapan kata berakhiran “...Jar” yang lain yang tentunya konotasi
negatif.
Sekedar
pembanding, Plt. Dirjen Pajak meski penerimaan perpajakan jauh dari memuaskan, en-toh masih berani menyatakan,”Gaji
tetep naik” meski menggunakan alibi Pegawai Pemda DKI. Tentu tak elok untuk
bidang cukai yang kinerjanya insya-Allah lebih
baik dari DJP, yang didapatkan komentar seperti di atas. Semoga semua berawal
dari kekhawatiran saya. Meski kalau melihat perjalanan cukai, banyak
kekhawatiran saya yang pada akhirnya menjadi kenyataan. Anda pingin tahu? Banyak buka blog
saya. Satu per satu saya buka di edisi mendatang.
Jakarta, Desember 2015
Yen target pajek diwenehke bea cukai kemungkinan tercapai nggak ya?
ReplyDeleteTercapai mas. Tambah personel gedung b alias pengawasan. Pajak menjarakan pengemplang pajak sekali saja geger. Bea Cukai ngandangin pengemplang cukai enteng enteng saja
DeletePerlu di review kinerja DJP dan DJBC dengan tidak hanya menitikberatkan di sektor penerimaan semata sebelum kedua lembaga ini disatukan. Agar terlihat mana yg benar-benar butuh perbaikan.
ReplyDeleteBTW Makasih Responnya Pak Achmad Wiryawan. Betul sekali perlu dipetakan benar benar Pak.
DeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteApapun nanti jadinya. Satu hal saja. Janganlah menyatukan dua lembaha by keinginan. Yg banyak terjadi itu seperti itu. Sekedar keinginan. saya meneliti secara pribadi mayoritas disatukan lembaga karena keinginan baru dijuatifikasi ilmiah. Lho apa susahnya bikin kajian ilmiah yg dapat menjastifikasi.
ReplyDeleteKlo masih ada yg berpendapat miring terhadap pencapaian target cukai... Jare arek Ngalam...'iku jenenge njancuki' pak...
ReplyDeleteHe he Mas Rudy merasakan jungkir baliknya di "ngalam". Siap Mas..
ReplyDeleteI want to comment much more, but...laterlah. yg penting bg saya dan anggota squadron, jadi gak take home pay dinaikan? About kinerja, ups...berani dicompare dg sodara yg itu. I m sorry mr sunaryo, if thisnt in line.
ReplyDeleteSiipp Mass. Aman. Semua pendapat dan dapat didiskusikan. Makasih Mr. unknown atas responnya.
ReplyDeleteDan benar prediksi saya. Bahkan target cukai hasil tembakau 100,2%. Terhijau dari semua pencapaian perpajakan.
ReplyDeleteSudah, kerja yg ikhlas, DJP atu DJBC semua untuk negara, saling mneguatkan bukan untuk saling mengalahkan
ReplyDeleteWhere to Play Slots Online For Real Money - Wooricasinos.info
ReplyDeletePlay free slot machines from 토토 사이트 목록 the top online 바카라 테이블 casinos. 바카라 총판 These online slot machines are powered 백 스트레이트 by Real Time 온라인 포커 Gaming software.