7 Dec 2015

BUKAN DJBC GABUNG KE DJP MELAINKAN DJP-LAH BERGABUNG KE DJBC


BUKAN DJBC GABUNG KE DJP
MELAINKAN DJP-LAH BERGABUNG KE DJBC
Oleh: Sunaryo


Dalam catatan sejarah per-cukai-an, selama kurun 2004-2014 hanya sekali target cukai tak tercapai yaitu tahun 2006. Dari target Rp38,5 triliun DJBC hanya dapat mencapai Rp37,5 triliun. Meski saya punya catatan dari bulan ke bulan faktor yang menjadikan kenapa target ndak tercapai, sepertinya tak elok memaparkan. Satu hikmah yang paling nyata yang saya simpulkan,”Kadang montir mobil lebih efektif menyelesaikan mobil ngadat dari seorang insinyur mesin sekalipun” Dan anda boleh tak setuju dengan pendapat saya.
Seputar target cukai, ada pertanyaan yang acap kali terlontar mana kala membahasnya,”Seberapapun target cukainya, DJBC bisa merealisasikannya”. Atau terdapat juga,”Target disodorkan DJBC, angka yang relatif mudah” atau yang lebih sarkastis,”Masih ada yang disembunyikan dan ada yang masih main-main
Untuk yang terakhir tadi saya punya pendapat. Memang suatu opini idealnya ditandingi dengan opini. Hanya ketika ruang serta waktu tak cukup luas untuk duduk bersama sang pembuat opini, apalagi dibumbui embel-embel ungkapan hiperbolik akan menjadikan negeri ini jatuh-lah atau apapun-lah, maka terkait ungkapan ”target cukai masih ada yang dsimpan”, kesimpulan yang didapatkan tak ada selain “benar-benaran”. Boro boro solusi menyelesaikan, sebaliknya yang ada justru menaburkan keresahan.
Saya membatasi diri terkait pengetahuan di luar cukai khususnya bidang pengawasan dan inteleijen yang barangkali berkembang di “luar sana”. Ini mengingat tugas dan fungsi saya menangani kebijakan teknis bidang cukai hasil tembakau. Di tulisan sebelum ini di www.sunaryo.hasiltembakau.blogspot.com secara tersurat saya memaparkan menangani persoalan dibidang cukai dengan kebijakan cukai itu keniscayaan. Tapi menuntasakan persoalan diluar ranah cukai dengan kebijakan cukai, maka akan menemui kesulitan. Minimal adjustment yang dilakukan butuh “energi lebih” untuk membenarkan. Data data seolah menjauh untuk mengatakan “itu adalah significant” dan kebijakan yang akan dilakukan memang demikian.
Oleh karenanya dalam kesempatan ini kami berbagi mengenai bagaimana menangani target cukai. Sebagai informasi menurut perkiraan kami, pada tahun 2015 realisasi penerimaan cukai akan “paling hijau” diantara semua target penerimaan perpajakan di tahun 2015 (so rise your hand and say,”allahumma amiin”)
Ada tiga sumber penerimaan yang menjadi sumber penerimaan cukai. Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Hasil Tembakau. Direktorat Cukai me-manage kebijakan ketiga sumber tersebut. Sekali lagi hanya tiga jenis barang. Berbeda dengan “Saudara Tua” DJBC yang mencakup semua barang. Hanya yang dikecualikan yang tidak dikenai perpajakan.
Dari aspek produksi tentu banyak keterbatasan untuk diandalkan sebagai instrumen pencapaian target cukai,  karena membiarkan tumbuh sebebasnya menyalahi filosofis undang undang cukai itu sendiri. Tak tepat mengandalkan dari aspek itu. Oleh karenanya digunakanlan instrumen tarif yang di-update hampir setiap tahun. Itu instrumen yang utama. Karena dengan instrumen itu dua kepentingan cukai bisa di-handle: regulerend dan budgetair
Kebijakan administratif yang semi-tarif pun banyak dijalankan oleh DJBC yang barangkali jika melihat sekilas regulasinya akan tak terlihat dampaknya. Peraturan menteri keuangan yang mengatur hubungan keterkaitan adalah satu kebijakan yang tujuannya membentengi terjadinya tax-avoidance. Dengan segala perhelatannya dan kesulitannya DJBC berhasil menjalankan kebijakan ini. Meski riak-riak di-PTUN-kan dan dengan menang-kalahnya, DJBC gagah berani menjalankan peraturan itu. Dan dibandingkan dengan “Saudara Tua” yang memiliki ketentuan yang lebih kuat yakni dalam undang undang perpajakan yang mengatur “Hubungan Istimewa”, pada sektor pertembakauan, DJBC lebih kentara dalam mengeksekusi.
Menelaah kenapa DJBC yang bermodal Permenkeu lebih “greng” dalam menjalankan ketentuan hubungan keterkaitan barangkali karena melihat,-katanya,”Secara historis memang DJBC beda dengan DJP”. Kalau pungutan perpajakan ketika jaman kekaisaran dahulu kala adalah semacam “upeti” kepada kaisar atau raja.  Oleh karenanya diminta atau tidak (pasif), “upeti” akan datang sendiri. Sementara kalau Pungutan Pabean dan Cukai adalah sebagaimana pungutan “Mandor Pelabuhan” atau “Mandor Pasar” yang menjalankan pungutan dengan extra-effort-nya. Ada unsur aktif di pungutan Pabean dan Cukai. Wajar meski hanya bermodal Permenkeu saja banyak pungutan negara di tangan DJBC bisa berjalan dengan baik. Bahkan ada yang berseloroh kiranya Undang-Undang Pajak yang menjalankan DJBC  bisa jadi akan lebih efektif. Minimal bagian penindakannya. Dan ada yang menimpali,”Bukan DJBC gabung ke DJP melainkan DJP-lah bergabung ke DJBC”. (Sekedar pendapat yang bisa diperdebatkan)
Untuk tahun 2015 ada satu kebijakan non tarif yang juga diimplentasikan oleh DJBC. Penundaan pembayaran cukai untuk yang biasanya dapat melewati akhir tahun, pada tahun 2015 maka harus dilunasi cukainya pada bulan desember 2015. Kebijakan ini adalah pertama di laksanakan dalam sejarah per-cukaian selama kurun 70 tahun Indonesia merdeka. Dengan kebijakan ini pemerintah pada tahun 2015 mendapatkan penerimaan cukai sebanyak 14 bulan. Meski dengan segala kesulitannya, kebijakan ini sampai sejauh ini diperkirakan secara keseluruhan akan berjalan dengan baik. Tidak hanya pemerintah yang mendapatkan keuntungan dari kebijakan ini. Sektor perbankan,  juga paling diuntungkan. Karena pada bulan Desember setiap tahunan setidaknya ada kredit hampir Rp38 triliun dengan jatuh tempo 2 bulan. (anda boleh mencari pembanding apakah ada sektor lain yang)
Dan pada akhirnya, manakala semua upaya telah terlaksana, tinggal menunggu hasilnya. Semua keringat telah tumpah dan tinggal menunggu realisasinya. Hari demi hari penerimaan kami “tally”. Satu demi satu CK-1 kami kalkulasi. Minggu demi minggu hari CK-5 kami tunggu. Dan semua energi telah kami curahkan hanya demi “nongkrongi” angka-angka ini. Numerik Satu (1) Empat (4) Lima (5) praktis ter-pateri ditidur kami (Rp145 triliun target cukai 2015).
Oleh karenanya jika ada hasil sebuah kinerja ada sebuah konsekuensi itu wajar (seperti Dirjen Pajak mengundurkan diri). Kemudian sebuah kinerja diikuti apresiasi itu juga wajar. Tapi kalau ada sebuah kinerja yang bagus malah dicurigai? Sepertinya dua jawaban dengan menggunakan kata “wajar” adalah tak tepat. Meski kalau itu terjadi, sebagai Bea Cukai saya pun akan berkata,”Siap....!” Hanya dengan segala energi yang saya miliki akan saya tutup bibir dengan satu jari. Saya tahan semua kata yang akan keluar dari mulut saya.
Yang menjadi sulit adalah bagaimana mengendalikan di bawah yang setiap hari njagain pabrik ketika ada respon kurang sesuai diharapkan seperti,”Masih banyak yang disimpan” atau “Itu masih bisa lebih tinggi.” Saya akan kesulitan menutup bibir mereka agar tidak muncul ungkapan kata berakhiran “...Jar” yang lain yang tentunya konotasi negatif.  
Sekedar pembanding, Plt. Dirjen Pajak meski penerimaan perpajakan jauh dari memuaskan, en-toh masih berani menyatakan,”Gaji tetep naik” meski menggunakan alibi Pegawai Pemda DKI. Tentu tak elok untuk bidang cukai yang kinerjanya insya-Allah lebih baik dari DJP, yang didapatkan komentar seperti di atas. Semoga semua berawal dari kekhawatiran saya. Meski kalau melihat perjalanan cukai, banyak kekhawatiran saya yang pada akhirnya menjadi kenyataan. Anda pingin tahu? Banyak buka blog saya. Satu per satu saya buka di edisi mendatang.

Jakarta, Desember 2015

13 comments:

  1. Yen target pajek diwenehke bea cukai kemungkinan tercapai nggak ya?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tercapai mas. Tambah personel gedung b alias pengawasan. Pajak menjarakan pengemplang pajak sekali saja geger. Bea Cukai ngandangin pengemplang cukai enteng enteng saja

      Delete
  2. Perlu di review kinerja DJP dan DJBC dengan tidak hanya menitikberatkan di sektor penerimaan semata sebelum kedua lembaga ini disatukan. Agar terlihat mana yg benar-benar butuh perbaikan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. BTW Makasih Responnya Pak Achmad Wiryawan. Betul sekali perlu dipetakan benar benar Pak.

      Delete
    2. This comment has been removed by the author.

      Delete
  3. Apapun nanti jadinya. Satu hal saja. Janganlah menyatukan dua lembaha by keinginan. Yg banyak terjadi itu seperti itu. Sekedar keinginan. saya meneliti secara pribadi mayoritas disatukan lembaga karena keinginan baru dijuatifikasi ilmiah. Lho apa susahnya bikin kajian ilmiah yg dapat menjastifikasi.

    ReplyDelete
  4. Klo masih ada yg berpendapat miring terhadap pencapaian target cukai... Jare arek Ngalam...'iku jenenge njancuki' pak...

    ReplyDelete
  5. He he Mas Rudy merasakan jungkir baliknya di "ngalam". Siap Mas..

    ReplyDelete
  6. I want to comment much more, but...laterlah. yg penting bg saya dan anggota squadron, jadi gak take home pay dinaikan? About kinerja, ups...berani dicompare dg sodara yg itu. I m sorry mr sunaryo, if thisnt in line.

    ReplyDelete
  7. Siipp Mass. Aman. Semua pendapat dan dapat didiskusikan. Makasih Mr. unknown atas responnya.

    ReplyDelete
  8. Dan benar prediksi saya. Bahkan target cukai hasil tembakau 100,2%. Terhijau dari semua pencapaian perpajakan.

    ReplyDelete
  9. Sudah, kerja yg ikhlas, DJP atu DJBC semua untuk negara, saling mneguatkan bukan untuk saling mengalahkan

    ReplyDelete
  10. Where to Play Slots Online For Real Money - Wooricasinos.info
    Play free slot machines from 토토 사이트 목록 the top online 바카라 테이블 casinos. 바카라 총판 These online slot machines are powered 백 스트레이트 by Real Time 온라인 포커 Gaming software.

    ReplyDelete