Sumber : Majalah Perkebunan edisi Pebruari 2009
Wacana yang sedang santer soal tembakau sebaiknya lebih mengarah kepada edukasi bagi perilaku perokok daripada menggulirkan kebijakan yang dapat menekan petani dan produksi tembakau.
Demikian salah satu pokok pendapat dari Ketua Badan Pertimbangan Organisasi DPN HKTI, Siswono Yudo Husodo pada diskusi Empat Jam Bersama Pemuda Tani Indonesia dan bertajuk ”Menyikapi Kontroversi Tembakau dan Industri Ikutannya (Rokok) Secara Obyektif ”. Acara tersebut digelar di Jakarta Design Center, Tanggal 20 Januari 2009 diselenggarakan untuk mengurai benang kusut wacana pengharaman rokok oleh Majelis Ulama Indonesia belakangan ini.
Seperti halnya tembakau yang memiliki stake holder yang luas diskusi ini juga dihadiri oleh lebih dari 100 orang peserta dari berbagai kalangan, yaitu petani, pelaku usaha, pejabat pemerintah terkait, akademis, Lembaga Swadaya Masyarakat, tokoh agama, mahasiswa dan pers. Bersama Siswono Yudo Husodo, pemateri lainnya adalah Sunaryo, Seksi Cukai Tembakau 2 Direktorat Cukai, Ditjen. Bea dan Cukai, Departemen Keuangan RI, Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan K. H. Maksum, Pengasuh Ponpes Ciwaringin, Cirebon.
Paparan tentang kontribusi dan posisi strategisnya tembakau bagi petani dan pendapatan bagi negara di jabarkan oleh Siswono Yudo Husodo yang tampil sebagai pembicara pertama. Tembakau dan industri hasil ikutannya (rokok) selama ini telah memberikan kontribusi cukup besar terhadap ekonomi nasional. ”Dari sisi hulu sampai hilirnya, industri tembakau atau rokok menyerap Tenaga Terlibat Langsung (TTL) sebesar 6,1 juta. Jika tiap TTL diasumsikan menghidupi 4 orang, berarti terdapat sekitar 24,4 juta jiwa yang dihidupi”, terang Siswono Yudo Husodo.